welcome and join with me......

Let's share and do something..........

Jumat, 22 Januari 2010

Children of Heaven: Cermin Kejernihan dan Ketulusan Anak-Anak

Di dalam sebuah ruangan yang tak cukup luas tampak sebuah keluarga, ayah, ibu dan ketiga anaknya tengah berkumpul. Sang ayah sibuk mengumpulkan gula-gula batu milik masjid dan sang ibu terlihat sangat kelelahan mengurus bayinya. Sementara itu tampak dua anak kecil, Ali dan Zahra, dengan penuh kecemasan saling bertukar pesan yang ditulis bergantian pada sebuah buku.

Mereka sedang kebingungan mencari jalan untuk mendapatkan sepatu yang hilang agar Zahra dapat pergi ke sekolah keesokan harinya. Sementara, adalah mustahil mereka melaporkannya pada orangtua mereka. Sebab akan fatal jadinya kalau sampai ayah ibunya tahu kalau Ali telah menghilangkan sepatu Zahra dalam perjalana pulang. Begitulah kamera dengan cermat merekam gerakan buku yang berpindah-pindah, dari Ali ke Zahra dan begitu seterusnya.

Itulah cuplikan adegan yang mengantarkan penonton menyaksikan film “Children of Heaven” arahan sutradara Iran, Majid Majidi yang memang kerap menampilkan potret perjuangan anak-anak dalam beberapa film garapannya.

Ali, bocah miskin berusia sekitar 9 – 10 yang tak sengaja menghilangkan atau lebih tepatnya kehilangan sepatu milik Zahra, adiknya, ketika membeli kentang. Ia pulang ke rumah diliputi rasa bersalah dan bertekad akan mencari sepatu itu sampai dapat. Hanya saja, ia harus menemukannya hari itu juga sebab keesokan harinya Zahra harus pergi ke sekolah. Apa daya, setelah berulang mencari, tak juga kunjung ditemukannya.
Merekapun mengambil sebuah keputusan yang tentunya sangat tidak menyenangkan. Pagi hari, Zahra akan menggunakan sneaker miliki Ali dan pada tengah hari mereka akan berjumpa pada sebuah lorong, tempat di mana mereka akan bertukar alas kaki. Begitulah yang dilakukan terus-menerus selama sepatu itu belum ditemukan.

Setiap peristiwa diperhatikan dengan matang dan detail. Selama usaha pencarian itu, bagaimana Majid menampilkan sepatu menjadi sesuatu yang begitu berharga bagi Zahra. Dan lebih dari itu, bagaimana seorang anak kecil harus berjuang sendiri dan rela bersabar. Ketulusan mereka semakin terpancar ketika akhirnya mengetahui bahwa sepatu itu dipakai oleh seorang anak yang satu sekolah dengan Zahra, hanya saja baru diketahui belakangan, anak itu jauh lebih miskin dari mereka.

Film berdurasi 89 menit ini, proses pengambilan gambarnya dilakukan di Tehran dengan latar yang sangat sederhana. Pemutaran perdana Children of Heaven ini berlangsung pada Februari 1997 dalam acara Festival Film Teheran Fajr. Meskipun telah dirilis 13 tahun yang lalu dan beberapa kali sempat ditayangkan ditelevisi, namun jiwa film Iran berhasil menjadi nominasi Academy Award for Best Foreign Language Film,ini tetap menarik perhatian banyak orang.

Di Bali misalnya, ketika Bentara Budaya Bali bersama Komunitas Sahaja dan Udayana Scientific Club menampilkan film ini sebagai pembuka dalam acara Sinema Bentara pada Jumat, 22 Januari 2010 lalu, antusias penonton bisa dikata cukup menggembirakan.

Kebahagiaan dalam Kebersamaan

Sebagaimana judul yang diangkat Majid, film ini memang menyuguhkan potret anak-anak yang jauh dari kebencian, demdam, ataupun iri dengki, namun lebih pada kegigihan, kepolosan, serta rasa berbagi keindahan dalam kebersamaan itu.

Menuju akhir cerita, dikisahkan Ali akan mengikuti sebuah kompetisi lari. Adapun salah satu hadiahnya adalah sepatu. Dan hal itu membuat Ali semakin bersemangat dan berjanji kepada Zahra untuk mendapatkannya. Simaklah bagaimana percakapan dua bocah ini yang begitu mengharukan.

“Zahra, aku membawa kabar baik. Aku akan mengikuti pertandingan lari.”

“Benarkah?”

“Iya, aku akan menjadi Juara III.”

“Kenapa mesti Juara 3.”

“Pemenang 3 akan mendapatkan hadiah sneaker”

“Tapi itukan untuk laki-laki”

“Aku bisa mnukarkannya untuk sepatu cewek”

“Bagaimana kalau kau tidak bisa menjadi juara 3”

“Aku akan mendatkannya, aku akan mendapatkannya untukmu. Aku akan jadi juara 3”

Percakapan itupun ditutup dengan senyum menyimpul di wajah polos nan ceria mereka. Hanya sayang, ketika pertandingan berlangsung, meskipun telah berusaha sebisanya untuk menjadi Juara 3, tanpa disadari, ia justru tampil sebagai pemenang utama. Kesedihanpun segera mendera Ali. Ucapan Zahra terus menerus muncul di pikirannya.

Ceritapun diakhiri dengan sebuah adegan yang puitis nan dramatis. Ia duduk di kolam, tempat di mana ia memelihara ikan-ikan kesayangannya. Mencelupkan kaki-kakinya yang penuh luka setelah berlari berkilo-kilo meter. Dan tampaklah betapa Majid begitu mempertimbangkan dan mempertahankan ketulusan karakter tokoh-tokohnya. Dengan tenang, Ali membiarkan ikan-ikannya memakan luka-luka di kakinya yang terkelupas.

Menyimak setiap sekuen yang sungguh menyentuh dan membuat kita jadi bepikir dan merenung sejenak tentang arti berbagi dalam kebersamaan, tentang kesederhanaan, pantaslah jika film ini dianugrahi penghargaan dalam beberapa ajang festival internasional. Sebut sajaFajr Film Festival, World Film Festival, Newport International Film Festival, Warsaw International Film Festival, Singapore International Film Festival, termasuk juga dalam American Film Institute's festival.

Di sisi lain, menghadapi era yang penuh kekeran ini, Children of Heaven boleh jadi masih mennawarkan pertanyaan untuk kita semua. Dimanakah kini kejernihan, ketulusan serta kesederhanaan jiwa masa kanak-kanak kita? (sud)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar